Selasa, 02 Februari 2016

FILM KETIKA MAS GAGAH PERGI TIDAK LAYAK DITONTON!




Alhamdulillahi...
Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakattuh..
Akhirnya yah, setelah lebih dari dua puluh tahun menunggu (dihitung sejak tanggal dan bulan saya dilahirkan), film ini tayang juga.
Akhirnya juga, setelah tayang sejak tanggal 21 Januari 2016, saya berhasil menonton film ini pada tanggal 1 februari 2016. Ini bukan lain karena susahnya mendapat teman untuk diajak menonton. Hingga akhirnya tuhan menggerakan hati dua keponakan saya (padahal mereka lebih tua dari saya), untuk menemani saya menonton film ini.

Jika boleh jujur, memang seharusnya jujur, film ini membuat saya KECEWA BERAT dan merasa film KETIKA MAS GAGAH PERGI adalah film yang TIDAK LAYAK DITONTON. Kenapa? Sampai di bagian ini, ada yang merasa marah? Terkejut? Tidak terima?
Maaf, kalian tidak berhak sama sekali. Sebagai manusia yang lahir dan tumbuh di negara yang katanya demokrasi, saya berhak mengeluarkan pendapat. Dan terima kasih kepada bunda Helvy Tiana Rosa, sang maestro, karena telah mengadakan lomba review film ini.
Mohon maaf jika review saya ini mungkin menyakiti berbagai pihak, terutama sang produser yang bersikukuh film ini harus tetap tayang meskipun tanpa campur tangan dari pihak Production House manapun. Alhasil, film ini berhasil diproduksi melalui jalur crowd funding, satu cara yang over creative dalam mewujudkan mimpi terbaik anak bangsa.
Okey, saya akan mulai menjabarkan satu per satu. Jika tidak suka, silahkan lambaikan tangan anda. Biarkanlah uraian ini mengalir sedemikian rupa sampai menyentuh muaranya.
Alasan pertama yang membuat saya KECEWA adalah film ini diproduksi melalui jalur crowd funding. Jalur pendanaan bersama, yang didukung oleh banyak sekali pihak, termasuk di dalamnya sahabat mas gagah. Film ini, mungkin yang pertama dan satu-satunya sampai detik ini, di Indonesia bahkan di Dunia, yang biaya produksinya diperoleh dari hasil patungan. Saya kecewa sebab saya tidak terlibat sama sekali dalam proses pendanaan bersama itu.
Saya juga kecewa sebab saya kehilangan sebelas menit pertama dari adegan film ini. Pun kecewa pada isi studio yang, ah, banyak sekali kursi yang kosong. Heran dengan penonton kita, film seperti apa lagi yang mereka cari? Apakah trailer, OST Film, poster menggemaskan, dan berbagai sinopsis keren, belum cukup untuk menarik rasa penasaran mereka?
Okey. Saatnya berfikir positif. Mungkin para pecinta film itu sudah menontonnya di sepuluh hari pertama, juga menontonnya di jam-jam normal. Maklum, saya menonton pukul 21.25, jelaslah adek-adek manis harusnya bersemedi di rumah. Belajar, cuci kaki, lalu tidur.
Alasan kedua saya kecewa yaitu, film ini meskipun tergolong film indie (iya, ya?) namun diukur dari kualitas gambar dan musik pendukung termasuk film yang bisa dibilang luar biasa. Kecewa sekali, kenapa banyak film yang diproduksi oleh Production House, tidak bisa sebagus film ini. Kita jangan dulu bicara tentang alur cerita, penokohan dan intrik di dalamnya. Itu akan kita bahas pada kategori “ALASAN FILM INI TIDAK LAYAK DITONTON.”
Check this out.
Film ini menjadi tidak layak ditonton menurut saya sebab film ini sangat menjaga hubungan antara lawan jenis. Meskipun hanya sebatas adegan saja, namun konsistensi para pemain tetap terjaga rapi.
Jangan berharap ada adegan pegangan tangan, rangkulan atau pelukan antar lawan jenis. Lihat saja si “Gagah”, pada satu adegan yang terkesan berusaha romantis, meskipun sudah dipanggil honey, responnya biasa saja. Tidak ada itu berdiri lalu cipika-cipiki. Hah, jangankan cipika-cipiki, sama adik dan ibunya sendiri saja ‘Gagah’ tetap tidak sentuhan. Meskipun begitu, chemistry diantara ‘Gagah dan adik manis’ tetap terjaga mulus dari awal film sampai endingnya. Itu poin yang membuat saya berkesimpulan film ini tidak layak ditonton oleh kalian yang berharap ada adegan romantis sebelum “gagah hijrah ke jalan yang lurus”.
Kedua, film ini tidak layak ditonton oleh mereka yang menganggap islam itu datang dengan pedang dan peperangan. Kalian yang rajin sekali bawa kekerasaan atas nama islam tidak layak menonton film ini. Buat kalian juga yang merasa terlalu suci. Merasa dakwah hanya pada tempat tertentu. Enggan menyapa saudara-saudara kita yang profesinya mungkin mengerikan alias seperti para preman.
Film ini menjadi tidak layak tonton buat kalian yang merasa hidayah itu ditunggu sampai matahari bergerak lalu memeluk bumi dengan erat. Hallo? Ini sudah 2016. Saatnya hidayah itu dicari, persis seperti jodoh, boleh ditunggu tapi akan lebih lama dibandingkan dengan dicari. Begitulah seharusnya kita memaknai hidayah.
Buat adik-adik manis yang polos diluar sana, tidak usahlah kalian menonton film ini. Kalian yang masih labil, suka galau, merasa di-PHP. Merasa dunia ini hanya milik kalian dan teman-teman. Sebab di film ini kalian tidak akan menemukan adegan seru antara gita dengan teman-temannya, sebab kebanyakan adegan seru itu milik gita dan saudaranya.
Saya juga merasa kecewa pada beberapa potongan yang kurang lembut tata letaknya. Hadeuh, apa itu namanya, saya kurang faham. Pokoknya itu, saat si gagah pergi dan kembali di bandara. Tidak ada semacam kode atau penanda begitu, semisal teks singkat “beberapa bulan kemudian”. Saya cukup kaget, kirain sih mas gagah balik lagi karena ketinggalan sesuatu. Eh, ternyata sudah balik dari ternate dengan baju kokoh dan janggut yang terkesan agak dipaksakan. Meskipun berikutnya janggut mas gagah sudah lebih keren.
Oh iya, kalian yang menganggap janggut itu simbol kebodohan, menganggap yang memelihara janggut itu persis kambing, tidak usahlah menonton film ini. Saya tidak memberikan asuransi jika kalian nantinya syok dan kena serangan jantung ketika yang tidak berjanggut dianalogikan sebagai.... ah nonton sajalah.
Beberapa potongan filmpun terkesan kurang pas. Seperti perbincangan antara gagah dan para preman setelah bersih-bersih pantai. Kok agak gak sesuai antara intonasi bicara dengan adegan di layarnya ya?? Atau saya yang punya gangguan telinga? Perasaan kemarin sudah bersihin. Juga buat si mas “fisabilillah” yang tiba-tiba pergi begitu saja, menyusul suami seorang korban kebakaran. Mencari gereja di seantero jakarta.
Saya juga kecewa dengan film ini. Genrenya religi tapi tidak menggurui beberapa film religi yang sudah sukses minta ampun seperti ayat-ayat cinta dan ketika cinta bertasbih. Film ini juga sangat remaja tapi tidak seperti beberapa film remaja lainnya yang bertabur adegan sok romantis. Hadeuh..

Akhirul Kata, saya kecewa sekali kenapa tidak terlibat langsung dengan film ini. Kenapa tidak coba-coba ikut audisi online. Kenapa tidak ikut crowd funding. Kenapa tidak ikut nonton bareng teman-teman FLP gorontalo. Ah, iya. Saya bukan anggota FLP. Hehehe
Akhirul bin akhirul kata, saya kecewa kenapa film ini tidak disajikan sampai akhir. Padahal saya sudah membayangkan beberapa dialog antara gagah dan dik manis, namun tidak kunjung ada. Ya sudahlah, saya nantikan KMGP 2 saja lah..
Sebenarnya masih banyak sekali yang ingin saya curahkan disini.
Merasa film ini TIDAK LAYAK DITONTON SENDIRIAN. Harusnya film ini ditonton ramai-ramai, isi semua bangku studio. Kalau perlu sampai ke tangga-tangganya. Jika belum cukup, bolehlah baring di karpet.
Film ini sangat tidak layak jika ditonton sendiri. Loh kenapa? Yah memang begitu. Manfaat itu harusnya diterima bersama, jangan egois. Maunya dapat manfaat dan hidayah sendiri saja.
Selamat untuk bunda Helvy Tiana Rosa, film ini menampar saya yang hijrahnya setengah-setengah. Maju tiga langkah, mundur lagi lima langkah. Padahal sudah berulang kali baca cerpennya. Seribu jempol buat bunda Helvy. Semoga Allah mempertemukan saya dengan Bunda. Aamiin...
Oh iya, buat kalian yang belum nonton, film ini tidak layak anda tonton jika bangku di samping anda dalam posisi kosong. ITU HARUSNYA DIISI, uti.
Saya kecewa berat, tidak menonton film ini bersama istri tercinta. Oh iya lupa, istri belum punya. :D
Salam,
Seorang yang mencoba “jomblo sampai halal”