Selasa, 09 September 2014

NOTHING

Pagi yang selalu cerah.
Dari apartemen yang berada di lantai empat gedung tua ini aku bisa menyaksikan semburat fajar nan hangat menyapa danau kecil di seberang sana. Jalanan masih sepi, hanya ada beberapa mobil yang melintas dari tadi. Di dekat danau itu, ada sebuah bangku panjang yang memang disediakan khusus untuk mereka yang melintasi jalan setapak di pinggiran danau.
Hari yang membahagiakan.
Hari ini, Fiona - seorang wanita cantik dan baik hati yang sudah menjalin hubungan dekat denganku sejak tiga tahun yang lalu berulang tahun. Tidak seperti tahun lalu aku memberikannya kejutan tepat di pergantian tanggal memasuki tanggal kelahirannya. Kali ini aku sengaja tidak menghubunginya sama sekali sejak tadi pagi, berpura-pura lupa.
Ia juga tampaknya lupa dengan hari bersejarahnya itu. Tadi pagi Ia menelepon, menyuruhku bangun pagi seperti biasanya tanpa sekalipun menyinggung hari ulang tahunnya. Itu bagus. Setidaknya rencanaku memberikan dia kejutan di siang hari nanti akan berjalan lancar.
Aku sudah berdandan rapi. Kemeja putih, disusul jas dan celana berwarna serasi abu-abu dipadu sepatu hitam. Tinggal menghabiskan segelas coklat hangat aku siap berangkat kerja. Saat itulah aku menengok keluar jendela lalu melihat dua orang turun dari mobil dan mendekati bangku panjang ditepian danau. Satunya seorang pria bertubuh besar dan satunya lagi wanita tua berjilbab kuning. Ia pasti sudah sangat renta, jalannya saja harus pelan-pelan dan penuh hati-hati.
Aku memperhatikan mereka sambil menyeruput isi dalam cangkir yang aku pegang. Beberapa saat kemudian pria yang ada disana kembali ke mobil kemudian pergi meninggalkan wanita itu sendirian. Wanita itu tampak menikmati pemandangan indah dipinggiran danau yang cantik.
Aku bergegas turun ketika melihat arloji yang melingkar ditangan kiriku. Sampai dibawah aku melihat wanita itu masih dengan posisinya yang tadi. Duduk dibangku paling kiri dan tidak bergerak sama sekali. Aku tertarik untuk menghampirinya tapi karena jam kerja yang tidak pernah menunggu membuatku menarik gas mobil lalu melaju tenang di jalanan yang mulai tampak ramai.


Ia tampak kebingungan saat anaknya membawa Ia keluar dari rumah pagi-pagi sekali. Ia baru saja usai sholat subuh dan menemui anaknya sedang berdiri di depan pintu kamar.
"Ibu, hari ini kita jalan-jalan ya?"
"sekarang? masih pagi sekali nak."
"pagi seperti ini lebih bagus Bu. Baik untuk kesehatan Ibu."
"tapi mau kemana?"
"Ada tempat yang tampaknya cocok untuk Ibu bersantai. Ibu pasti suka"
"Ada danaunya?"
"tentu Bu."
Wanita itu buru-buru mengiyakan. Ia sudah lama sekali tidak melihat danau. Terakhir kali pergi ke danau yaitu bersama suaminya. itu sudah lama sekali, tiga puluh tahun yang lalu. sehari setelah hari pernikahannya.
Anaknya benar.
Tempat ini sangat cantik. Ia duduk di bangku panjang yang ada di tepian danau bersama anaknya.
"Iya ada apa?... aku lagi bersama ibuku... sekarang?... tidak bisa ditunda sampai besok??? baiklah"anak itu mematikan telepon lalu mendekati wanita itu.
"Bu. Aku harus pergi sekarang, ada urusan penting. aku janji akan kembali setelah urusan itu selesai. Kalau ibu sudah ingin pulang ke rumah, ini ada alamat rumah. mintalah tolong pada siapapun untuk mengantar ibu. nanti ongkosnya minta ke Istri. maaf aku harus buru-buru"kata anak itu sambil menyerahkan sepotong kertas kecil.
wanita itu menerimanya lalu bertanya,
"kamu yakin tidak akan lama?"
"iya. hanya sebentar kok"
"baiklah. ibu akan menunggumu pulang saja"


Berhasil!
Sureprice ulang tahun Fiona berjalan mulus. Ia tampak berkaca-kaca ketika aku muncul dari bawah meja sambil memegangi kue ulang tahunnya. Ia kena jebakan. Aku dan teman-teman mengatur rencana yang cukup baik. Aku dikabarkan mengalami kecelakaan tepat ketika Ia sudah berada di ruang kerjaku. Ia memang suka mampir ke tempat kerjaku menjelang makan siang. Ia syok dan menangis ketika bertanya tempat aku dirawat tapi tidak ada satupun yang tahu.
"Kamu jahat."Katanya ngambek lalu memelukku erat.
"Selamat ulang tahun ya."bisikku kemudian membelai rambutnya.
Malam nanti kami berencana untuk candle light dinner di restoran biasa di pusat kota. Aku dan Fiona belum sempat berkunjung kesana semenjak restoran itu resmi dibuka dua bulan yang lalu. Kesibukanku sebagai seorang arsitek sementara dia yang kelabakan dengan rancangan gaun permintaan pelanggan membuat kami sulit mencari waktu luang.


Sudah pukul satu siang. Beruntung bangku panjang itu tepat berada disamping pohon yang daunnya rindang sehingga Ia tidak kepanasan. Ia memutar tubuhnya lalu melihat seorang remaja laki-laki sedang melahap habis roti tidak jauh darinya. Ia jadi ingat kalau dari tadi pagi Ia belum makan. Perutnya tiba-tiba keroncongan.
"Permisi bu. Ibu lagi nungguin siapa?"Seorang petugas pengamanan menghampirinya.
"Saya lagi menunggu anak saya."
"anak ibu kemana? saya perhatikan dari tadi ibu sendirian saja."
"anak saya lagi ada urusan penting. Sebentar lagi dia akan pulang."
Sebentar lagi? yah, dua jam berlalu ternyata bukan waktu yang sebentar.
Orang itu menghampiri wanita tadi.
"Sudah pukul tiga sore bu. Rumah ibu dimana? biar nanti saya antarkan."
Wanita itu ragu-ragu menjawab. Ia merogoh dompetnya, mencari kertas yang diberikan anaknya tadi kemudian membatalkan.Ia tidak mau pulang diantarkan oleh siapapun. Bukan bermaksud berpikir negatif tapi Ia tetap harus hati-hati pada orang tidak dikenal.


Langit sudah berubah jingga. Aku membawa santai mobilku menuju apartemen. Tiga jam lagi aku ada makan malam dengan Fiona. Ini pasti akan jadi makan malam spesial karena nanti saat itu juga aku akan melamarnya. Aku sudah menyiapkan rentetatan kata pujangga meskipun itu bukan keahlianku.
Aku memarkirkan mobil lalu turun. Baru saja berniat untuk buru-buru naik ke atas, tiba-tiba langkahku terhenti melihat wanita tadi masih bersandar di sana. Seorang diri. Aku penasaran, sedang apa wanita itu disana? aku memutusan untuk mendekatinya.
"Sore Bu."Aku menyapa wanita itu.
Ia menoleh dengan pelan, wajahnya tampak kelelahan.
"sore nak."
"ibu lagi nungguin siapa?"
"saya lagi menunggu anak saya. Sebentar lagi dia akan menjemput dan membawa saya pulang."
sejujurnya, saat melihat gurat diwajahnya aku teringat almarhumah ibu. Mungkin kalau masih hidup, Ibu pasti seusia wanita ini pikirku.
"Memangnya anak ibu kemana?"
"dia lagi ada urusan penting."jawabnya.
Penting??
"saya boleh duduk disini?"
"oh boleh nak. silahkan..."
"Pemandangannya indah ya bu?"
"Iya. sudah lama sekali saya tidak duduk dipinggir danau seperti ini."
"oh iya, kalau ibu mau. ibu boleh menunggu anak ibu di apartemen saya saja. Apartemen saya hanya di belakang sana. Sebentar lagi mau gelap loh bu. sekalian kita makan malam dulu. ibu pasti belum makan."
"tidak usah nak. terima kasih, oh iya. kalau boleh saya minta airnya. saya haus"
"oh boleh bu. silahkan"Aku menyerahkan sebotol air mineral yang masih tersegel padanya. Lalu aku mengeluarkan dua bungkus roti daging dan membagikannya pada wanita itu.
"terima kasih nak. Jarang sekali ada anak muda yang baik dan tampan sepertimu."
Aku tersenyum sungkan lalu berkata, "biasa saja bu."
"kamu sudah menikah?"
"belum bu. nanti malam saya baru akan melamar pacar saya"entah kenapa aku begitu yakin untuk menceritakan rencana lamaran itu yang sama sekali tidak diketahui oleh siapapun.
"Pacarmu pasti cantik. anak kalian juga pasti tampan dan cantik. Oh iya, aku punya foto anakku. siapa tahu kamu melihatnya"wanita itu mengeluarkan selembar foto dan menunjukannya padaku.
Foto yang bagus. Ada seorang pria, satu wanita muda dan seorang balita mungil tersenyum menggemaskan.
"yang ini pasti cucu ibu, bukan?"
"iya benar."
"mirip sekali wajahnya dengan wajah ibu."
wanita itu hanya tersenyum.
"sudah gelap bu. Rumah ibu dimana, biar nanti saya antar pulang saja."
"Tidak usah. saya menunggu anak saya saja."
"tidak apa-apa bu. ayo saya antar, tapi tunggu sebentar saya harus ganti pakaian dulu. Ibu bisa menunggu di ruang tamu apartemen saya."
wanita itu sepertinya meragukanku. tatapannya penuh tanya.
"baiklah."
"rumah ibu dimana?"
"Rumah saya? saya tidak tahu alamatnya."
"Lah,? terus bagaimana?"
"oh iya, saya baru ingat anak saya tadi memberikan ini. sepertinya ini alamat rumah."
Aku menerima potongan kertas kecil lalu membukanya.
Nafasku seolah tercekat. Mataku tidak berkedip membaca apa yang baru saja kulihat. Jantungku memompa lebih cepat. tiba-tiba saja mataku sembab dan tak kuasa menahan tangis. aku menatap wajah ibu itu. hatiku sesak, sakit. Ia tersenyum menunggu reaksiku. senyuman itu membuatku tambah sedih dan tak bisa menyembunyikan lagi air mataku yang jatuh membasahi pipi.
aku meremas kertas kecil itu yang bertuliskan,

mohon kepada siapapun anda yang berjumpa dengan wanita tua ini, tolong antarkan ia ke panti asuhan terdekat. terima kasih...

wanita itu kembali tersenyum. dan aku... menangis...
entah siapa anak yang berani menelantarkan ibunya disaat orang lain malah merindukan kasih saya seorang ibu.


*inspired by :
sebuah film pendek yang beredar di akun jejaring social FACEBOOK.
Lokasinya sepertinya berada di daerah timur tengah, sebab bahasa yang digunakan terdengar sedikit arabic.


Mari mulai belajar mencintai ibu kita...