Minggu, 31 Agustus 2014

Avgust

AVGUST



Entah berapa lama aku harus memendam rasa ini, tapi bukankah perasaan ini sudah lama kusampaikan? Cuma kamu saja yang menentang perasaaan ini..

aku bingung denganmu, tingkahmu yang kadang-kadang menunjukan kalau kau memang menyukaiku, tapi disisi lain tatapanmu membuatku ragu, mungkinkah itu hanyalah candaan belaka...

dunia memang seperti ini, aku sadari itu,,,
canda tawa memang selalu ada dimana-mana, aku bahkan bingung untuk setiap kali sapaanmu bersama senyum manismu...

aku sadar, kebersamaan kita mungkin hanyalah ilusi belaka...
kau memiliki seseorang, yang sering kau ceritakan padaku sering membuatmu menangis, namun yang sering kulihat kau bahagia dengannya,,,

Kau bilang kebahagiaan kalian hanyalah permainan semu, mesra didepan teman-teman namun sering bertengkar saat kalian hanya berdua saja. Kalau memang benar, kenapa sulit rasanya bagiku untuk mengetuk pintu terdalam hatimu?
Akankah hati yang terluka itu takkan bisa untuk aku sembuhkan??

Kau memang lucu,
disatu waktu, ketika aku menggebu-gebu untuk menggapaimu, kau malah mematahkan semangatku,,
namun, saat aku memilih untuk move on, berpindah dari ketidakpastian, kau malah menyapaku, menarikku kembali pada labirin tak berujung, membuatku tersesat dalam perasaan yang tak aku mengerti, pada kesesatan yang anehnya aku menikmati itu...

Kau tahu? Kamu pasti tahu...
tidak sedikit dari teman-teman yang mengharapkan kebersamaan kita, banyak yang penasaran dengan akhir kisah pertemanan kita... seperti sebuah film yang diputar, alurnya maju mundur,,,
penuh misteri,,..
tapi tahukah kau?
Satu dari teman itu datang menasihatiku, memintaku untuk segera move on yang sebenarnya, mencari pelabuhan yang sesungguhnya.. Ia gemas melihat kesendirianku ini...
Lucu ya? Memang lucu, indahnya menertawakan hidup ini...
Tapi satu yang aku bingungkan, serapat apapun aku menyembunyikan rasa ini, yah,..mereka akhirnya tahu..

Kau mungkin tidak tahu...
disaat aku memutuskan untuk melangkah, terbang dari ranting yang hampir patah, mencari ranting baru yang masih utuh...
saat itulah aku sadar, takdir tak bisa kutolak. Ranting patah ini aku selalu aku jaga..
aku tak bisa bertengger pada ranting yang baru, cengkramanku tidak nyaman...

kamu memang penuh misteri.
Seperti rangkaian puzzle yang jatuh berhamburan, tak tahu potongannya tersebar dimana...

Kau selalu berkata, kau dan dia telah berakhir...
tapi selalu aku temukan bahwa kau dan dia masih bersama...
Dan aku terbiasa dengan itu semua...

Hari ini kamu berulang tahun,
maaf karena aku tak bisa ikut merayakannya denganmu,
bukan karena aku tak ingin sakit hati melihatmu tersenyum ketika kekasihmu datang memberikan kejutan...
bukan!!!
tapi karena aku sadar, kehadiranku mungkin tak terlalu berarti...
Karena aku sadar, kehadiranku hanya akan merusak hari bahagiamu...bersamanya!
***
Sejak malam itu kita tidak lagi jalan bersama. Kamu sibuk lagi dengan pekerjaanmu yang menyita hampir separuh waktumu. Dan aku... tentu saja sibuk dengan duniaku sendiri. Dunia yang mulai penuh lagi oleh bayang-bayangmu..
Pikiranku mulai pecah,
Pekerjaanku yang mulai menumpuk, pendidikanku yang memasuki semester akhir, cita-citaku yang mulai terbengkalai...
Ditambah lagi teman-teman yang menawariku bermain clash of clans.
Kali ini aku tidak akan bercerita tentang kisahku, ada kisah yang lebih menarik disini...
antara Chazu dan Raiz...
dua orang yang berbeda karakter, seling bersama tapi tidak jarang beradu argumen.
Mereka juga punya kisah masing-masing...
***
Raiz.
Mahasiswa teknik informatika salah satu perguruan swasta di kota, tubuhnya kurus tinggi, hingga tidak jarang ia sering dijuluki tengkorak berjalan. Akhir-akhir ini Ia mulai gelisah, tanggal 19 agustus semakin dekat...
Memang, sebelum idul fitri kemarin, tepatnya baru beberapa hari berpuasa, ia seperti ketiban durian runtuh. Ia resmi berhenti untuk menjalin hubungan jarak jauh dengan kekasihnya, sebab saat itu kekasihnya mudik untuk puasa dan lebaran di kampung halaman.
Selama puasa, mereka selalu jalan bersama. Tidak jarang Raiz harus berbohong hanya agar bisa pergi berdua bersama kekasihnya itu. Beberapa kali aku harus mengiriminya pesan singkat, bertanya padanya kalau masih ingat jalan ke basecamp.
Yah, meski kenyataannya ia lebih sering datang ke basecamp dibandingkan Chazu.
Itupun datang di jam kecil. Saat teman-teman lain sudah pada pulang.
***
Chazu mungkin lebih parah lagi.
Sejak awal puasa Ia mulai jarang kelihatan di basecamp. Meski masih misteri tapi beberapa dari kami sudah tahu kalau akhir-akhir ini ia sedang berproses CLBK dengan mantan kekasih yang putus hampir setahun yang lalu.
Pacarnya itu dapat julukan singa oleh teman-teman. Iya singa, LION!
Sebab sewaktu pacaran dulu, Chazu tidak punya waktu untuk ngumpul bareng teman-teman. Ngumpul kecuali kalau lagi ngerjain tugas kampus, itupun diawasi sama singanya dia itu.
Tapi, beberapa hari setelah resmi CLBK Chazu sempat cerita. Singanya tidak segarang dahulu, sekarang singanya mulai penurut. Tidak lagi mengekang kebebasan Chazu. Entahlah itu benar atau tidak, namun yang terjadi memanglah seperti hari-hari dahulu. Chazu mulai jarang menampakan batang hidungnya. Itukah yang dimaksudnya berubah?
***
kepulangan kekasihnya ke kota seberang untuk melanjutkan studi sontak membuat si Raiz kelabakan. Kebiasaannya untuk menyendiri sambil menggantungkan headset di telinga kembali lagi. Bukan cuma itu, gara-gara harus menjalin hubungan jarak jauh (lagi), sekarang ia jadi rajin ke basecamp. Rajin dalam artian, jam 7 malam Ia sudah nongkrong disana. Meski si tuan rumah masih molor karena kecapean.
Dan gara-gara itu juga, Ia dan Chazu mulai lagi adu pendapat tidak penting. Raiz memang kehilangan kerjaan.
jadi gimana? Enak sama singanya sekarang?”
Loe nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi Iz”
Hahaha. Teman-teman semua udah tahu kali. Loe itu nggak konsisten, kemarin aja curhat ke gue dan kiki katanya nggak mau lagi balikan sama tuh singa. Eh kenyataannya? Sekarang loe udah keperangkap lagi. Nggak bisa ngapa-ngapain”
tapi gue masih sering nongol disini bro”
Iya. Seminggu sekali.”
ruang tengah kembali ramai oleh gelak tawa penuh olok-olok. Si Chazu yang menjadi objek olok-olok malah adem ayem. Yang jalanin hubungan kan dia. Toh kenapa harus sibuk memikirkan orang lain?
Loe kayak gini karena ditinggal lagi sama pacar loe kan? Udah terima aja, kalau loe mau, gue bisa cariin yang baru.”
Nggak perlu. Gue orangnya konsisten bro.”Raiz menolak.
Tapi dulu loe pernah minta daftar teman-teman gue kan Iz? Buat dijadiin apa?”aku yang saat itu ada diantara mereka ikut bersuara.
buat dijadiin teman aja”
tapi kalau mau berteman, loe kan nggak perlu milih-milih”Chazu menambahkan.
Benar.
Saat itu Raiz sempat menyortir kontak BBMku, katanya mau nyari cewek buat dijadiin teman. Eh, yang dipilih malah yang bagusan semua. Bukan berarti teman-temanku nggak bagus ya, semuanya bagus. Cuma dia nyarinya yang lumayan seksi. Untung aja kontak BBMku udah nggak ada banci, kalau ada langsung aku jadiin sama dia.
Malam itu berakhir dengan kesimpulan yang sama.
Raiz kesepian.
Chazu tidak konsisten.
Dan pacarku masih misterius.
Malam itu hujan rintik-rintik. Aku baru saja mengantarmu pulang kerumah. Dan seperti biasa, aku mampir sebentar ke basecamp.
Chazu langsung menyambarku dengan pertanyaan yang sama, seperti pertanyaan sewaktu aku jalan dengan teman cewekku yang lain.
Tadi siapa Ki?”
kenapa?”
Nanya doang emang nggak boleh?”
boleh sih”
nah terus? Siapa dia?”
gebetan gue!”
ah, katanya tadi dia cuma adik loe”
bohong!”
udahlah Chaz. Itu emang gebetannya Kiki, loe kok penasaran banget”
nggak sih. Habisnya dia ngaku sebagai adik loe”
Chazu memang aneh. Sudah keperangkap di kandang singa, masih aja jelalatan nyariin yang lain. Mau megang berapa sih?
jadi sekarang loe udah setuju dia bareng tuh singa?”Raiz bertanya padaku.
kita lagi ada bisnis penting. Loe nggak perlu tahu”Chazu yang menjawab.
***
Siang itu kamu mampir di kontak BBMku. Namamu muncul dalam daftar permintaan teman setelah sebulan lebih hilang dari kontakku. Setelah ku konfirmasi, ternyata tidak muncul. Jaringan menculikmu dari kontakku.
Seharian aku kebingungan. Seharusnya kamu sudah ada didaftar kontak BBMku, untuk kupandangi wajahmu yang terpasang sebagai profil picturemu. Atau aku stalking setiap status yang kamu buat. Tapi tidak, sampai sore menjelang jumlah kontak BBMku tak kunjung datang.
Segera saja aku kirimi pesan singkat.
Kenapa?”

Aku kangen nih”
SMSku terkirim.

masa sih?”
Aku menghela nafas panjang sebelum mengetikan pesan balasan berisi,
Iya. Gimana lagi sih caranya bikin kamu percaya kalau aku ini kangen beneran?”

tapi balasan SMSmu malah tidak nyambung sama sekali.
aku barusan invite, terima. Aku lagi baik hati”

iya, aku tahu kamu memang baik hati kok”

udah di invite belum?”

udah. Dari sebulan lalu tapi nggak pernah diaccept”

Demi allah, nggak masuk. Invite lagi”

SMS kami putus saat waktu magrib tiba. Setelah magrib, SMS masuk lagi ke nomorku.

Udah atau belum?”

Udah”

Jreng!
Namamu kembali ada di list kontak BBMku. Oh senangnya hati ini. Aku tersenyum tak percaya saat nama itu kembali ada di barisan teratas kontak BBM. Walau tanpa fotomu, tapi namamu sudah cukup membuat hatiku meledak-ledak pelan.
***
Aku ingat sekali, besok kamu akan berulang tahun. Tentu aku ingat, hari lahirmu seolah sudah terprogram rapi didalam otakku. Akan bergetar memberikan tanda sehari sebelumnya. Dan malam ini aku berencana untuk mengajakmu jalan. Berdua sampai pergantian usiamu tiba. Berdua saja, meski aku tidak yakin. Sebab tahun kemarin aku sempat memiliki rencana yang sama, tapi berakhir sebatas rencana belaka karena malam itu kamu dapat sureprice dari pacarmu tercinta.
Kamu nggak mau ngerayain bareng aku?”

BBM masuk dan langsung saja ku balas.
Berdua saja? Ayo!”

jangan gila. Aku bareng sepupu-sepupuku. Ayo, kita ngerayainnya di pantai”

berdua aja bareng aku”balasku maksa.

Nggak usah kalau nggak mau”

iya deh iya. Di pantai mana?”

pantai biasa”

okeylah”

Read.
BBM terakhir cuma kamu baca tanpa balasan sama sekali. Dua jam lagi hari akan berganti. Aku BBM lagi, tapi tidak dibalas. Aku ngecek jam, lima menit lagi. Ah, kamu mungkin sudah sibuk. Dan benar...
Melenceng beberapa menit dari jam 12, aku langsung mengirimimu ucapan. Di BBM, di nomor Hpmu sampai di akun social media. Tak ada tanggapan. Kamu memang sibuk.
Kamu pasti lagi merayakannya bersama pacarmu. Dapat kejutan terindah seperti tahun kemarin. Ah, kamu memang pantas bahagia. Aku tak semestinya merebut hari bahagia itu. Hari bahagiamu memang tak pantas dimasuki orang tak penting sepertiku. Pasti kamu sekarang sedang dikelilingi balon, dihadiahi kue ulang tahun. Meriah. Pacarmu pasti ada disana memberikan kejutan yang mungkin berat untuk kamu lupakan.
Maaf, aku tidak bisa ikut merayakan hari pergantian usiamu. Aku sadar, aku bukanlah siapa-siapa. Aku hanyalah manusia yang terkurung dalam ketidakpastian penuh harapan. Aku tahu, aku menikmati hari-hariku yang semakin tersesat pada labirin hatimu.
Akhirnya...
aku pulang dengan harapan sirna (lagi)...
sampai akhirnya aku tiba dirumah dan BBM balasanmu masuk hanya untuk mengucapkan terima kasih. Itu saja. Aku tersenyum. Ternyata kamu masih ingat untuk membalas BBMku. Selamat menikmati pergantian usiamu bersama kekasih.
Sebelum malam ini benar-benar berakhir, aku berdoa pada sang Maha penggenggam hati agar senantiasa menjaga hatimu. Tidak membiarkan hatimu kedinginan saat hujan lebat membasahimu. Aku tahu, tuhan pasti mendengar doaku.
Selamat ulang tahun...

semoga kamu bahagia selalu...


Senin, 25 Agustus 2014

Aku, dia dan rahasia senja...



Kata siapa duduk sendiri menikmati hembusan angin sepoi-sepoi di pinggiran pantai itu membosankan? Kalian salah jika menganggap demikian. Aku sudah terbiasa dengan kesendirian sehingga untuk senja yang kesekian kalinya ini aku sangat menikmatinya.
Diatas pasir putih yang halus aku duduk bersila sambil sesekali memejamkan mata. Merasakan ketenangan dan nyanyian merdu ombak-ombak yang menyapu pinggiran pantai. Mataku dimanjakan dengan pemandangan tarian-tarian kecil diujung sana. Ombak-ombak kecil yang menari indah. Juga pemandangan bebukitan yang tampak seperti mengurung bibir pantai ini.
Aku membuka mata berniat untuk berdiri mengambil minuman yang aku letakan di gazebo kecil tepat dibelakangku. Saat itulah aku terhenti. Pandanganku bertumbuk pada seorang pemuda yang sedang duduk tepat di bibir pantai. Membiarkan tubuhnya yang kekar disapu gelombang-gelombang kecil. Rambutnya yang acak-acakan menambah kesan maskulin pada dirinya.
Entah apa yang aku rasakan, pastinya jantungku terasa berdegub sangat kencang saat ia tersenyum padaku. Senyuman itu membuat tubuhku meleleh dalam diam. Aku bahkan lupa kalau saat ini aku sedang berada di pinggiran pantai. Tak mungkin ada warna warni indah seperti yang aku jumpai di taman bunga beberapa hari lalu.
Ia tersenyum lagi. Membuat jemariku terasa basah juga dingin.
Aku ingin tersenyum tapi ragu. Ya, ragu apakah senyum itu untukku atau untuk seseorang yang berdiri dibelakangku. Perempuan dengan rambut hitam lebat yang beterbangan ditiup angin sore itu.
***
Pantai yang indah dan menyimpan segala ragam ke-eksotisannya. Menyelam dibawah dasar laut yang cantik, aku sempat bertegur sapa dengan beberapa ikan kecil yang lucu. Sudah lama sekali rasanya aku tidak menikmati kebebasan seperti ini. Aku memunculkan lagi kepalaku untuk sekedar mengambil nafas panjang lalu menyelam lagi. Kali ini lebih dalam. Aku berkelana didalam sana, mencari sesuatu yang bisa kubawa pulang. Mungkin saja ada botol tua yang isinya jin? Bisa jadi kan?
Aku berenang kesana kemari. Tak peduli pada senja yang mulai menguning di bagian barat sana. Aku lebih suka menikmati sisa hari ini sebelum malam benar-benar menjemputnya. Badanku mulai terasa lelah. Melawan deburan ombak kecil ternyata dapat melelahkan juga. Apalagi kegiatan itu terjadi berulang-ulang.
Aku memutuskan untuk menyudahi petualangan singkatku hari ini. Mungkin, pekan depan aku bisa kembali lagi ke tempat ini. Saat itulah, saat aku istirahat sejenak di bibir pantai sambil mengurut kakiku yang tidak sengaja menendang karang kecil didalam sana tadi, aku melihatnya. Aku melihatnya sedang duduk sambil memejamkan mata.
Perempuan yang manis. Ia tampak sedang menikmati hembusan angin yang membelai rambut pendeknya. Wajahnya yang lucu dengan satu tahi lalat di dahi sebelah kiri menambah kesan tersendiri saat aku menemukan wajahnya diantara beberapa wajah diseberang sana.
Ia memang manis. Apalagi saat Ia membuka mata dan tepat bertatapan denganku. Ia tidak tersenyum. Aku mengulaskan senyuman untuknya berharap Ia membalasnya. Tapi tidak, Ia tidak tersenyum. Yang aku lihat tersenyum ialah seorang perempuan yang berdiri dibelakangnya. Padahal aku sangat ingin melihat Ia tersenyum meski hanya sekilas.
***
Aku baru saja tiba lima belas menit yang lalu. Lumayan kesal karena teman-temanku tak ada satupun yang mau kuajak ke pantai. Mereka sepertinya lebih menyukai nongkrong di kafe favorit daripada berkeliaran di pantai seperti yang aku lakukan saat ini. Biarlah, sendiripun aku bisa menjalaninya.
Aku memarkirkan mobil dan langsung turun. Melangkah cepat ke pinggiran pantai. Matahari hampir terbenam. Kecantikan yang ia tunjukan memanglah tiada dua. Monalisa? Lukisan fenomenal itu kalah cantik dari lukisan tak berkuas dari sang maha pencipta ini. Warnanya yang mulai memecah dibagian barat sana menambah unsur eksotisme sore ini.
Dari kejauhan aku melihat siluet menarik. Sambil memegang kamera, Ia sibuk memotret kesana kemari. Tangannya lihai memainkan tombol shut pada kamera yang ada dalam genggamannya. Ia tidak takut berdiri diujung perahu hanya untuk mengambil gambar yang indah menurutnya.
Aku tidak yakin apakah Ia seorang profesional photographer atau hanya sekedar seorang amatiran. Bukan itu yang aku perhatikan. Tubuhnya yang berisi, beberapa orang mungkin menyebutnya gendut tapi bagiku dia lucu. Beberapa kali aku melihatnya tertawa bersama seorang lainnya yang ada di perahu itu.
Senyumnya lucu. Tawanya menggemaskan.
Aku menebarkan senyuman kearahnya tepat saat kamera yang ditangannya perlahan menyorot kearahku. Aku tersenyum tertahan sampai yakin Ia berhenti memainkan jarinya. Tunggu dulu...
kamera itu perlahan jatuh. Iya, moncong kamera itu perlahan berpindah kebagian bawah. Tidak lagi lurus dengan wajahku. Mungkinkah Ia mengambil kakiku atau seorang perempuan berambut pendek yang sedang duduk dihadapanku? Oh entahlah. Aku kecewa...
***
Perahu ini bergoncang pelan saat aku berpindah dari bagian tengah ke bagian depan. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Memotret senja yang masih perawan ini. Sang mentari, sudah sangat dekat dengan tempat istirahatnya. Ia terlihat seperti bercermin pada gelombang kecil yang menari indah diatas permukaan laut.
Cukup puas dengan hasil tangkapan gambar yang pertama. Aku memutar tubuhku untuk mengambil gambar beberapa bukit hijau yang tampak melingkari bibir pantai. Kolaborasi yang tepat antara hijaunya bebukitan dengan langit yang perlahan menjingga.
Saat itulah, secara tidak sengaja kameraku menemukan dirinya. Berjalan pelan dari mobil dan berhenti tepat beberapa meter sebelum bibir pantai. Ia berdiri anggun disana dengan rambut hitam yang Ia biarkan terbang.
Hasratku menyatu, tak mau menyia-nyiakan keindahan alam yang satu ini. Lesung pipinya, berpadu dengan hidungnya yang mancung. Ditambah bibirnya yang kecil mungil membuatnya terlihat sangat menawan. Jika boleh jujur tuhan, lukisanmu yang ini sangatlah indah dibandingkan senja yang baru saja aku abadikan dalam kamera ini.
Dengan perasaan takut-takut aku mengarahkan kamera kearahnya. Ia masih berdiri, tidak sadar kalau aku disini sudah mengambil gambar yang cukup banyak dengan berbagai pose darinya. Namun, untuk beberapa saat aku terhenti. Dari lensa kamera aku menemukannya sedang menghadap kearahku. Aku jadi salah tingkah tertangkap basah seperti ini.
Aku menurunkan pelan kameraku. Berpindah pada pasir-pasir yang bertumpuk, bekas istana pasir yang hancur diterpa ombak kecil beberapa saat yang lalu. Meski Ia tersenyum, aku tidak yakin senyuman itu untukku. Sebab, didepanku, dipinggiran pantai yang mulai menggelap, seorang pemuda dengan tubuh yang lebih kekar dariku sedang duduk. Posisinya tepat membelakangiku dan mengarah ke perempuan berlesung pipi itu.
Mungkin senyuman itu untuk lelaki didepanku ini. Jika engkau berada pada posisi perempuan tadi, melihat dua orang lelaki berbeda. Satunya berbadan gendut sedang diatas perahu, tampak seperti kucing yang takut basah malah sibuk memainkan kameranya, sementara yang satunya lagi sedang berada di bibir pantai. Duduk dengan posisi bak seorang binaragawan, tubuhnya kekar, mengkilat diterpa sinar matahari. Siapa yang akan kau berikan senyuman? Si gendut atau cowok bertubuh kekar ini? Tidak usah beri jawaban. Aku sudah tahu...
***
Sudah gelap. Saatnya aku pulang. Lelaki tadi juga sudah hilang dari pandanganku. Terakhir kali aku melihatnya sedang berjalan ke kamar ganti. Mungkin sudah pulang. Ah biarlah, aku juga tak pantas untuk membayangkannya. Ia terlalu sempurna untuk gadis kutu buku sepertiku. Tapi aku pastikan, dia akan kujadikan tokoh utama dalam cerpenku nanti.
“Hai? Kok tadi merem di pinggiran pantai?”
suara itu cukup mengejutkan. Aku berbalik dan melihatnya. Iya, aku melihatmu...
***
Aku harus berani. Percuma bertubuh kekar tapi menghampiri gadis tadi saja nyaliku ciut minta ampun. Tak peduli ia tidak membalas senyumanku. Aku menunggunya diparkiran mobil. Aku sudah berganti pakaian. Tubuhku sudah dilapisi kaos tipis berwarna abu-abu dan jeans pendek selutut. Cukup lama aku menunggunya hingga akhirnya Ia berjalan pelan kearahku. Tepatnya kearah parkiran.
“Hai.? Kok tadi merem dipinggiran pantai?”
Ia tampak terkejut. Alisnya kompak terangkat. Lalu Ia tersenyum. Yah, akhirnya aku mendapatkan senyum itu. Manis. Ia tambah manis saat tersenyum.
***
Aku menemukannya saat kesusahan membuka pintu mobilnya. Ia berusaha keras tapi percuma, mungkin kuncinya macet. Aku beranikan diri untuk menghampirinya. Meski tadi, aku sempat minder saat Ia menemukanku sedang memotretnya.
“Ada yang bisa dibantu?”
dia menoleh lalu tersenyum. Persis dengan senyuman yang Ia tunjukan tadi. Hatiku menghangat. Oh, tuhan... aku belum pernah segugup ini kalau bertemu dengan perempuan.
***
Gara-gara terlalu memikiran si “gendut” tadi, aku bahkan tidak sadar kalau kunci mobilku macet. Pintu jadi susah dibuka, sementara gelap tak pernah menunggu. Aku panik, bisa-bisa aku menginap di pantai ini.
Saat itulah, saat aku mulai pasrah, memilih mencari rumah warga untuk menginap, aku melihatnya datang menawarkan bantuan. Dalam satu gerakan, pintu mobil terbuka.
“Terima kasih”
“Sama-sama. Oh iya, aku minta maaf tadi nggak sengaja motret kamu”
“Nggak apa-apa”
***
Senjapun berakhir.
Entah siapa yang menyukai, atau siapa yang disukai.
Entah siapa yang penuh rasa kagum, atau siapa yang merasa dikagumi...
entahlah, ini rahasia senja...

antara aku, dia dan senja hari itu....

Kamis, 21 Agustus 2014

the hidden confession

The Hidden confession
(side story of "Confession")
fanfiction berdasarkan tawaran dari penulisnya langsung.
Fakhrisina R.

***

Aku melangkah cepat menuju taman belakang. Berharap kamu masih disana dan menungguku.
Harapanku terkabul. Kamu duduk disana, dibangku yang biasanya sambil memejamkan mata. Aku berjalan pelan menghampirimu. Kotak yang ada ditanganku sudah ku buka, membiarkan aroma cheesecake dan coklat panas mengganggumu.
Aku tahu kamu pecinta cheesecake. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana dulu waktu di bangku SD kamu selalu menghardikku, meminta bekalku yang kadang-kadang isinya cheesecake. Aku masih ingat wajahmu yang imut kalau lagi marah. Mungkin itu alasanya aku tidak pernah sekalipun membencimu meski kamu berulang kali melakukan hal itu.
“Happy birthday”kataku sambil tersenyum.
“ini apa?”kamu bertanya heran sambil menunjuk kotak yang ada ditanganku.
Entah kamu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.
“Cheesecake, Jill. Dan coklat panas. Saya rasa dari kemasanya saja harusnya kamu tahu”
Kamu tertawa lalu berkata, “Saya tahu, maksudnya ini semua buat apa?”
“Bukannya tadi saya baru ngucapin happy birthday? Sepertinya juga cukup jelas kalau saya kesini buat ngerayain ulang tahun kamu.”
Tepatnya untuk menebus kesalahanku waktu itu yang melupakan hari ulang tahunmu.
“wah, saya terharu.”
aku mengambil isi dalam kotak itu.
“soalnya waktu kamu ngasih tahu tanggal ulang tahun kamu, saya merasa punya kewajiban buat ingat”kataku sambil memasukan potongan terakhir dalam mulut. “aku wajib ingat hari ulang tahunmu Karin”lanjutku dalam hati.
“sebenarnya saya sudah tahu tanggal lahir kamu dari dulu”
“Tahu dari mana?”nada suaramu menyiratkan sebuah rasa penasaran. Mimikmu tidak sabar menanti jawabanku.
Aku belum siap untuk jujur padamu. Aku ingin bilang kalau aku tahu dari dulu karena kita memang pernah sekelas. Tapi yang meluncur dari bibirku ialah...
“Kamu lupa, ya? Saya kan bagian kesekretariatan waktu MOS dulu”Kataku sambil tertawa.
Aku bisa menangkap ekspresi kecewamu. Maaf...
“Waktu kamu bilang lagi tanggal lahir kamu setelah kita keluar dari toko buku itu, saya jadi kepikiran, mungkin selama ini nggak ada yang bener-bener ingat sama ulang tahun kamu”
Kamu terdiam. Diammu untuk membuatku merasa bersalah. Aku memang salah Jill, aku belum bisa jujur untuk saat ini. “saya cuma bercanda. Maaf, kalau kalimat saya bikin kamu nggak nyaman”lanjutku dengan perasaan bersalah.
Kamu hanya menggeleng, tersenyum lalu menjawab, “nggak apa-apa, kakak benar”
Aku salah Jill.
“Kadang, kita memang perlu diingat oleh orang lain, dikenang”Kataku setelah menyelesaikan potongan kecil cheesecake ke dalam mulut. “tapi kalau berharap semua itu yang akan bikin kita bahagia, kita nggak akan pernah bahagia”
“Kamu pernah, lihat orang yang kayaknya sendirian tapi tetap kelihatan bahagia?”tanyaku.
Kamu mengangguk dan menjawab, “ada”
“Siapa?”
“Abi”
Deg.
Aku terdiam. Entah sebesar apa harapanmu untuk dapat bertemu dengan sosok abi yang kini telah menjelma menjadi sosok alan disampingmu. Aku tidak tahu harapanmu bertemu Abi hanya untuk bernostalgia masa SD dulu atau kamu benar-benar merindukanku. Entahlah... aku tak bisa membaca pikiranmu, Karin.
“Dia selalu bahagia, meskipun sendirian, sibuk dengan dunianya sendiri. Dia selalu kelihatan bahagia”kamu tertawa. “bahkan dia punya kebahagiaan yang menular, saya kalau di deket dia bawaannya happy, walau ke dianya marah-marah terus”
Aku tersenyum tipis. Kamu masih ingat semua itu? Aku tidak menyangka kamu memperhatikan duniaku. Kamu masih ingat semuanya, aku senang itu. Setidaknya itu membuktikan sedikit bahwa kamu datang memang untuk mencariku.
Saat seperti ini, berdua denganmu ialah saat yang paling aku harapkan. Tapi kenapa harus ada orang yang selalu menganggunya? Sabrina menelepon dan sengaja ku tolak. Aku diam beberapa saat lalu beranjak pergi.
“Udah mau bel, saya ke perpustakaan dulu, mau pinjam buku”
***
Aku akan terus menunggu waktu yang tepat untuk jujur kepadamu. Bukan cuma tentang siapa aku sebenarnya. Tapi ini lebih dalam lagi. Tentang bagaimana perasaanku padamu. Seperti kali ini aku menemukanmu sedang melamun.
“Maaf kak, tiba-tiba ingat sesuatu”
“Abi?”kuharap tebakanku benar.
Yes! Kamu mengangguk.
Rasanya sulit digambarkan. Aku semakin tertarik untuk menggali lebih dalam lagi, sepenting apa sosok abi untukmu.
“Kelihatannya dia istimewa sekali”
“Nggak juga”
“Nggak juga?”aku tidak percaya itu. “Tapi wajahmu merah”
tingkah konyolmu membuatku tertawa. Kamu menutupi wajahmu yang merah dengan kedua tanganmu.
“Mulut memang bisa bohong, Jill. Tapi ketika kita sedang membayangkan orang yang istimewa kadang-kadang sorot, wajah ataupun jantung nggak konsisten dengan mulut”
aku masih berharap kamu tetap disini bersamaku. Dihari-hari terakhirku disekolah ini. Tapi kamu memilih berdiri dan berpamit kembali ke kelas. Aku mengangguk lalu memanggilmu sebelum kamu beranjak pergi.
“Ya?”kamu menoleh.
“lain kali jangan baca buku terbalik lagi...”aku nyengir berhasil meledekmu.
***
sembilan bulan hampir berlalu sejak pertemuan kita kembali waktu MOS. Aku sempat menyesal kenapa harus buru-buru ikut akselerasi. Hasilnya kan seperti ini? Aku akan kehilanganmu lagi dalam waktu dekat. Padahal aku baru saja menemukanmu kembali.
Aku berjalan menuju kelas dan menemukanmu berdiri memandangi papan pengumuman.
“Udah jangan dilihatin terus, saya jadi takut”
“kenapa? Masih berharap kalau itu alan abimanyu yang kamu kenal?”
kamu menggeleng sambil tersenyum.
“saya mikirin kapan nama saya bakal ada di daftar itu. Biar cepet lulus”
aku seperti mencair. Ternyata kamu tidak benar-benar mengharapkanku. Mungkin selama ini kamu mencari sosok abi hanya untuk sekedar bernostalgia saja. Kamu memang tidak punya teman SD di sekolah ini. Aku mengangguk. Tidak percaya pada apa yang baru saja aku dengar.
“saya pikir tadi kamu mau kasih jampi-jampi ke nama saya”candaku.
“Hahahaha”kamu tertawa. Manis. Membuat jantungku berdegub sangat kencang dan ingin meloncat keluar. “buat apa juga”
“Ya siapa tahu kamu jatuh cinta sama saya”
entah mengapa kalimat itu mengalir dari mulutku. Namun yang pasti aku mengharapkan jawaban “YA”. Aku memandangimu, menanti sambil memandangi wajahmu. Aku tersenyum.
“Saya bercanda”Ucapku lalu pergi. Kamu terlalu lama untuk menjawabnya.
Aku yakin kamu masih disana. Masih berdiri memandangi punggungku. Aku berharap kamu menahanku dengan teriakan “YA”. Tapi sampai aku didepan kelas, aku tak kunjung mendengarnya.

Karin. Aku ingin sekali jujur padamu. Mengatakan semuanya. Bahwa alan abimanyu itu ialah aku. Alan dan abi itu sama. Aku teman SD-mu yang gendut dan selalu kamu minta bekalnya. Tapi aku takut. Setelah itu kamu akan pergi meninggalkanmu. Tak mengejarku lagi dengan pertanyaan yang sama. Aku belum siap kehilanganmu lagi Karin. Aku masih ingin menemukan kepastian dari setiap pertanyaanmu itu, sehingga aku yakin untuk mengatakan perasaanku padamu.

terima kasih atas kesempatannya untuk membuat cerpen dengan Alan sebagai tokoh utamanya.
semoga saja....

Rabu, 13 Agustus 2014

Aku, kamu dan hujan malam itu.

Hujan.
Pukul tujuh malam aku tiba dirumah dengan posisi basah kuyup. Sedikit keras kepala memaksakan untuk pulang. Yah, siapa yang mau menunggu hujan reda seorang diri dipelataran kantor sampai pukul tujuh malam? kalaupun ada, mungkin bukan aku orangnya.
segera saja, setelah tiba dirumah, kunyalakan lampu ruang tengah yang ternyata lupa dinyalakan oleh Bibi Riani. pembantu rumah tangga yang setia merawatku sejak kecil sampai sekarang. Oh iya, dirumah aku tinggal bersama satu sepupuku dan Bi Riani.
"Sudah pulang den?"suara itu menyapaku.
Aku menoleh lalu mengangguk singkat. Bi Riani ternyata ketiduran saat membersihkan kamarnya sendiri. Hihihi.. lucu memang. aku bahkan sering ketiduran kalau lagi bersih-bersih kamar.
"Saya buatkan teh hangat ya den?"
"boleh. pakai madu ya Bi"Sahutku mengiyakan kemudian bergegas ke kamar.
Aku berganti pakaian setelah mengguyurkan air di sekujur tubuhku. Tak peduli pada rasa dingin yang menjalar tanpa ampun, aku harus mengusir rasa lelah ini. Usai berganti kaos oblong dan celana pendek, aku berpindah ke ruang TV. Bi Riani sudah menyiapkan teh madu beserta sepiring stik pisang coklat favoritku. Aku mendesah pelan dan berkata dalam hati, "gagal diet deh gue"
Lima belas menit melintasi pukul tujuh malam. Aku mulai bosan menonton TV yang acaranya itu saja. Cukup memprihatinkan memang tontonan jaman sekarang. Bukan kataku ya, tapi ini menurut banyak orang kalau tontonan kita sekarang memang tidak mendidik.
Baru berniat untuk tidur saja tiba-tiba niatku terhenti. Satu pesan singkat masuk merubah segalanya.

"Kita jadi jalan kan?"

Astagah!
Aku baru ingat kalau ada janji dengan seseorang. Tanpa diperintah, darahku perlahan menghangat. Oh ada apa ini? pun diikuti dengan jantung yang mulai berdegub pelan. Oh, perempuan berkacamata itu. Ia kembali lagi merusak pertahanan hatiku. Berulang kali sudah kuyakinkan hati untuk berhenti berharap tapi kenyataannya memang tidak bisa. Ini bukan lagi tentang harapan, melainkan...kebutuhan.
Aku membutuhkannya...

"Jadi dong. Kamu udah prepare, belom nih?"
Message sent.

Aku menyibakan tirai jendela. Hujan perlahan mereda. Seperti mengerti dengan yang aku inginkan saat ini.

"Tapi aku belum mandi. Aku baru pulang, capek banget"

"Nggak apa-apa. SMS aja kalau emang udah siap jalan. oke?"

"OKE"

Aku tidak membalasnya lagi.
Ia memang butuh istirahat. Sebagai seorang desainer muda, pekerjaannya memang menyita hampir seluruh waktunya. Bahkan, tidak jarang Ia harus beradu pendapat dengan pacarnya mengenai pekerjaannya itu. Iya, pacar. Dia memang sudah punya pacar. Bahkan, beberapa hari yang lalu mereka baru saja balikan.

Hampir saja aku lupa dengan kejadian pagi tadi. waktu itu...

***

"Sebentar malam kita nonton yuk?"entah kesambet jin darimana, Kiran menelepon dan mengajakku jalan.
"Boleh. Nggak sibuk nih?"Sahutku sebisanya. Maklum, terkejut.
"Hmm. Kayaknya belum ada film baru deh. terus?"
"Yah.. terserah kamu aja"
"Kita jalan aja. kemana gitu"
"boleh. Kemana?"
"Yah, kemana aja. aku kepengen jalan sama kamu."
"..."Jeda beberapa detik. Aku diseberang sini sedang berusaha mengendalikan hatiku yang mulai meledak-ledak.
"tapi kamunya bikin aku bete. kalau sama aku, kamu kok jadi pendiam banget? aku terus yang ngomong. bete tau"
"nggak. iya deh, iya. ntar aku bakalan banyak ngomong"
"Okeylah. sampai nanti malam ya"
Kompak telepon dimatikan.
Disini, dengan HP masih menempel ditelinga dan mataku fokus memandangi foto seorang perempuan cantik berkacamata via akun facebooknya, aku masih termangu. Tidak percaya.
Yah, meski ini bukan pertama kalinya Ia yang duluan mengajakku jalan. tapi aku tidak berharap kalau janji ini juga akan jadi janji kesekian kalinya yang Ia batalkan.

***

Jam 09.00.
Seven Eleven Cafe.

Suasana sehabis hujan memang romantis. Sinar lampu jalan yang memantul pada jalanan yang basah seolah membuat lampu itu bercermin. Ada dua cahaya. Lampu dan pantulan sinarnya.
Pun dengan tempat ini. Aku dan teman-teman memilih outdoor place agar bisa menikmati kenderaan yang lalu lalang dibawah rintik hujan. Cafe ini memang menyediakan banyak meja diluar. Spot yang keren untuk nongkrong sambil menikmati hot capucino dan blueberry chizball.
"Hubungan loe sama Giata gimana Caz?"Raiz, cowok jangkung yang duduk paling kanan bertanya.
"Biarin aja. Gue lagi malas ngomongin dia"
"loe yakin??"Sabri bertanya ragu.
Aku melirik cowok dengan bahu terangkat tegap berisi. Keseringan fitness membuatku ngeri kalau melihatnya. cocok jadi bodyguard pikirku ngaco.
"Loe berdua kayak nggak punya topik bahasan lain? atau kalau emang nggak punya bahan bahasan, mending diem aja kayak Kiki"
kenapa mesti bawa-bawa aku?
semua menoleh kearahku. Raiz mengangkat alisnya.
"ada apa? kenapa loe semua liatin gue kayak gitu?"
"Nggak. loe kok diem terus kayak kucing basah sih?"
"Kucing basah bapakmu. gue lagi sibuk"
"jangan bawa-bawa kucing gue bro"Sabri komentar tidak setuju.
"Iyalah. gue minta maaf"
Lima meter dari tempat kami, beberapa cewek cantik berpenampilan modis keluar dari mobil. Aku tidak heran jika mata mereka bertiga mengekori sekelompok cewek itu.
"Gila. loe nggak tertarik satu Caz?"
"tertarik. tapi Loe nggak lihat tuh alisnya tinggi banget? biaya hidup pasti tinggi juga bro"
Kami tergelak. Cewek beralis tinggi yang dimaksudkan sempat menoleh. Tidak tersinggung meski aku yakin Ia memang tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan Cazzu. Ia malah tersenyum ramah. manis...

Satu SMS Masuk.
"Kita jadi jalan kan?"

"Iya"
balasku diam-diam. Mereka tidak boleh tahu.

"Oke jemput aku sekarang"

"Sip"
Message sent.

"Loe mau kemana bro?"Tanya Cazzu saat melihatku mulai beres-beres.
"Lagi ada urusan penting"
"Woalah. jam segini urusan penting? loe nggak boongin kita kan?"dasar cowok penuh keraguan. Sabri selalu seperti itu.
"Iya penting. udah ah, gue cabut dulu. bye!!!"

***

"Kita mau kemana nih?"
Tanyaku pelan berusaha menghilangkan rasa canggung. Jujur, Kiran malam ini terlihat sangat cantik. Tipikal desainer yang apa adanya. Ia hanya menggunakan kaos oblong dan jeans berwarna coklat muda. Aku tidak sanggup melihatnya terlalu lama.
Kiran membonceng dibelakang.
"Terserah kamu. kan kamu yang bawa motor"
Aku memutuskan untuk kembali ke Seven Eleven Cafe. Bukan untuk bergabung dengan mereka, tapi mengambil ponselku yang ketinggalan karena tadi terburu-buru. Usai dari sana, kami memilih taman kota sebagai persinggahan pertama.
"Kamu nggak apa-apa nih jalan bareng aku?"
"santai aja kali Ki"Sahutnya.
"Nggak sih. aku nggak enak aja kalau ketangkep sama cowok kamu"
"Lah memangnya kenapa? kamu itu bisa nggak sih kalau lagi berdua denganku nggak usah ngebahas cowok lain?"
"Sorri deh. sorri..."
"Laper nih. Cari makan yuk"
"Ayo. dekat sini ada restoran seafood enak."
"tapi aku nggak suka seefoad sih. Apa aja asal jangan seefood"
Aku menyetujuinya. Kami kembali ke motor dan mencari tempat makan.
"Kenapa sih kamu nggak mau seefood?"
"Nggak tahu. Pokoknya nggak suka aja. kamu nggak tahu? parah nih kamu. seharusnya kamu itu lebih tahu dari pacarku. Katanya kamu lebih dulu suka sama aku jauh sebelum aku kenal sama pacarku, kok kamu malah nggak tahu? ih, meragukan..."
"Gimana aku mau tahu coba? aku kan nggak pernah dapat satu kesempatan buat dekat banget sama kamu"
"ah, alesanmu saja"

***

Kami baru selesai makan malam jam sebelas. Lapar bro!!!
Kiran duduk didepanku. Kuakui, ini kali pertama aku makan berdua dengannya. Duduk berhadapan pula.
"Rencana kamu nikah usia berapa Ki?"
"Entahlah. Aku mau nuntasin kuliahku dulu"Jawabku.
"Kamu nggak mau punya pacar ya? kalau aku lihat, Eva itu cocok deh sama kamu. Sama-sama cerdas, pendiam, alim. kalian berdua cocok kok"
"Kalau aku nggak suka?"
"Issh. Aku itu sering banget curhat sama Eva, kalau aku perhatiin yah kalian berdua itu punya banyak kesamaan"
"Tapi aku nggak suka dia, Kiran"
"Daripada aku? kamu kan nggak suka sama cewek yang suka pakaian seksi. Beruntung nih malam ujan, makanya aku pakai yang panjang dikit"

entahlah... aku bahkan bingung kenapa jadi kayak gini? aku nggak punya alasan lain lagi untuk nggak suka ke kamu. iya, sebab dari awal aku menyukaimu tanpa alasan...

Aku hanya menggeleng pelan.
Diluar hujan mulai berjatuhan. pelan tapi pasti. kami memutuskan untuk pulang. Kasihan Kiran, Ia harus istirahat. Besok harus kerja ekstra lagi untuk merancang gaun mahal pesanan temannya yang mau nikah.

Dingin... tubuhku mulai mengigil.
"Kamu pakai jaketku saja. kecil sih.."Katanya seakan mengerti.
"Udah nggak apa-apa. pakai saja, kamu kan kecil jadi emang harus pakai jaket"
"Aku nggak apa-apa. aku bisa bersembunyi dibalik tubuhmu yang tebal"
Aku terkekeh pelan.
"oh ya Ran. sepupumu yang waktu itu, kemana?"
"Mau nikah. Padahal kalau dianya nikah sama kamu, aku ridho banget"
"Tapi aku nggak suka dia. Kamu tahu sendiri aku sukanya sama siapa?"
"kok kamu baik banget sih Ki?"kali ini nada bicaranya terdengar cukup serius.
"Baik gimana?"
"iya. menurutku kamu baik banget. aku bersandar dipunggungmu ya"pintanya lembut dan langsung ku iyakan.
"Biasa aja ah"
"Nggak. kamu itu baik banget. jujur, kalau sama cowok ganteng aku bakalan mikir 75.000 kali buat suka. tapi sama orang baik aku cepat banget luluh."
Aku diam tidak menyahut. Nada bicaranya terdengar jujur.
Suasana menjadi hening. Ia masih bersandar dipunggungku, berlindung dari hujan.
Andaikan malam ini bisa lebih lama lagi...

"Tks ya buat malam ini"
"iya sama-sama. Kapan-kapan lagi yah?"
"Oke. hati-hati dijalan Ki"

***

"Siapa tadi yang bareng kamu Ki?"Chaz menyambutku dengan pertanyaan itu.
"Ada deh"
"Janda ya Ki?"
"Eh? Maksud loe?"
"status BBM Loe"

Sudah larut malam.
ah, hujan tadi emang berkah. Aku mendengar langsung dengan hati...
Dan biarkan yang terjadi malam ini menjadi rahasia kita..
iya kita..
aku, kamu dan hujan malam itu.