Rabu, 13 Agustus 2014

Aku, kamu dan hujan malam itu.

Hujan.
Pukul tujuh malam aku tiba dirumah dengan posisi basah kuyup. Sedikit keras kepala memaksakan untuk pulang. Yah, siapa yang mau menunggu hujan reda seorang diri dipelataran kantor sampai pukul tujuh malam? kalaupun ada, mungkin bukan aku orangnya.
segera saja, setelah tiba dirumah, kunyalakan lampu ruang tengah yang ternyata lupa dinyalakan oleh Bibi Riani. pembantu rumah tangga yang setia merawatku sejak kecil sampai sekarang. Oh iya, dirumah aku tinggal bersama satu sepupuku dan Bi Riani.
"Sudah pulang den?"suara itu menyapaku.
Aku menoleh lalu mengangguk singkat. Bi Riani ternyata ketiduran saat membersihkan kamarnya sendiri. Hihihi.. lucu memang. aku bahkan sering ketiduran kalau lagi bersih-bersih kamar.
"Saya buatkan teh hangat ya den?"
"boleh. pakai madu ya Bi"Sahutku mengiyakan kemudian bergegas ke kamar.
Aku berganti pakaian setelah mengguyurkan air di sekujur tubuhku. Tak peduli pada rasa dingin yang menjalar tanpa ampun, aku harus mengusir rasa lelah ini. Usai berganti kaos oblong dan celana pendek, aku berpindah ke ruang TV. Bi Riani sudah menyiapkan teh madu beserta sepiring stik pisang coklat favoritku. Aku mendesah pelan dan berkata dalam hati, "gagal diet deh gue"
Lima belas menit melintasi pukul tujuh malam. Aku mulai bosan menonton TV yang acaranya itu saja. Cukup memprihatinkan memang tontonan jaman sekarang. Bukan kataku ya, tapi ini menurut banyak orang kalau tontonan kita sekarang memang tidak mendidik.
Baru berniat untuk tidur saja tiba-tiba niatku terhenti. Satu pesan singkat masuk merubah segalanya.

"Kita jadi jalan kan?"

Astagah!
Aku baru ingat kalau ada janji dengan seseorang. Tanpa diperintah, darahku perlahan menghangat. Oh ada apa ini? pun diikuti dengan jantung yang mulai berdegub pelan. Oh, perempuan berkacamata itu. Ia kembali lagi merusak pertahanan hatiku. Berulang kali sudah kuyakinkan hati untuk berhenti berharap tapi kenyataannya memang tidak bisa. Ini bukan lagi tentang harapan, melainkan...kebutuhan.
Aku membutuhkannya...

"Jadi dong. Kamu udah prepare, belom nih?"
Message sent.

Aku menyibakan tirai jendela. Hujan perlahan mereda. Seperti mengerti dengan yang aku inginkan saat ini.

"Tapi aku belum mandi. Aku baru pulang, capek banget"

"Nggak apa-apa. SMS aja kalau emang udah siap jalan. oke?"

"OKE"

Aku tidak membalasnya lagi.
Ia memang butuh istirahat. Sebagai seorang desainer muda, pekerjaannya memang menyita hampir seluruh waktunya. Bahkan, tidak jarang Ia harus beradu pendapat dengan pacarnya mengenai pekerjaannya itu. Iya, pacar. Dia memang sudah punya pacar. Bahkan, beberapa hari yang lalu mereka baru saja balikan.

Hampir saja aku lupa dengan kejadian pagi tadi. waktu itu...

***

"Sebentar malam kita nonton yuk?"entah kesambet jin darimana, Kiran menelepon dan mengajakku jalan.
"Boleh. Nggak sibuk nih?"Sahutku sebisanya. Maklum, terkejut.
"Hmm. Kayaknya belum ada film baru deh. terus?"
"Yah.. terserah kamu aja"
"Kita jalan aja. kemana gitu"
"boleh. Kemana?"
"Yah, kemana aja. aku kepengen jalan sama kamu."
"..."Jeda beberapa detik. Aku diseberang sini sedang berusaha mengendalikan hatiku yang mulai meledak-ledak.
"tapi kamunya bikin aku bete. kalau sama aku, kamu kok jadi pendiam banget? aku terus yang ngomong. bete tau"
"nggak. iya deh, iya. ntar aku bakalan banyak ngomong"
"Okeylah. sampai nanti malam ya"
Kompak telepon dimatikan.
Disini, dengan HP masih menempel ditelinga dan mataku fokus memandangi foto seorang perempuan cantik berkacamata via akun facebooknya, aku masih termangu. Tidak percaya.
Yah, meski ini bukan pertama kalinya Ia yang duluan mengajakku jalan. tapi aku tidak berharap kalau janji ini juga akan jadi janji kesekian kalinya yang Ia batalkan.

***

Jam 09.00.
Seven Eleven Cafe.

Suasana sehabis hujan memang romantis. Sinar lampu jalan yang memantul pada jalanan yang basah seolah membuat lampu itu bercermin. Ada dua cahaya. Lampu dan pantulan sinarnya.
Pun dengan tempat ini. Aku dan teman-teman memilih outdoor place agar bisa menikmati kenderaan yang lalu lalang dibawah rintik hujan. Cafe ini memang menyediakan banyak meja diluar. Spot yang keren untuk nongkrong sambil menikmati hot capucino dan blueberry chizball.
"Hubungan loe sama Giata gimana Caz?"Raiz, cowok jangkung yang duduk paling kanan bertanya.
"Biarin aja. Gue lagi malas ngomongin dia"
"loe yakin??"Sabri bertanya ragu.
Aku melirik cowok dengan bahu terangkat tegap berisi. Keseringan fitness membuatku ngeri kalau melihatnya. cocok jadi bodyguard pikirku ngaco.
"Loe berdua kayak nggak punya topik bahasan lain? atau kalau emang nggak punya bahan bahasan, mending diem aja kayak Kiki"
kenapa mesti bawa-bawa aku?
semua menoleh kearahku. Raiz mengangkat alisnya.
"ada apa? kenapa loe semua liatin gue kayak gitu?"
"Nggak. loe kok diem terus kayak kucing basah sih?"
"Kucing basah bapakmu. gue lagi sibuk"
"jangan bawa-bawa kucing gue bro"Sabri komentar tidak setuju.
"Iyalah. gue minta maaf"
Lima meter dari tempat kami, beberapa cewek cantik berpenampilan modis keluar dari mobil. Aku tidak heran jika mata mereka bertiga mengekori sekelompok cewek itu.
"Gila. loe nggak tertarik satu Caz?"
"tertarik. tapi Loe nggak lihat tuh alisnya tinggi banget? biaya hidup pasti tinggi juga bro"
Kami tergelak. Cewek beralis tinggi yang dimaksudkan sempat menoleh. Tidak tersinggung meski aku yakin Ia memang tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan Cazzu. Ia malah tersenyum ramah. manis...

Satu SMS Masuk.
"Kita jadi jalan kan?"

"Iya"
balasku diam-diam. Mereka tidak boleh tahu.

"Oke jemput aku sekarang"

"Sip"
Message sent.

"Loe mau kemana bro?"Tanya Cazzu saat melihatku mulai beres-beres.
"Lagi ada urusan penting"
"Woalah. jam segini urusan penting? loe nggak boongin kita kan?"dasar cowok penuh keraguan. Sabri selalu seperti itu.
"Iya penting. udah ah, gue cabut dulu. bye!!!"

***

"Kita mau kemana nih?"
Tanyaku pelan berusaha menghilangkan rasa canggung. Jujur, Kiran malam ini terlihat sangat cantik. Tipikal desainer yang apa adanya. Ia hanya menggunakan kaos oblong dan jeans berwarna coklat muda. Aku tidak sanggup melihatnya terlalu lama.
Kiran membonceng dibelakang.
"Terserah kamu. kan kamu yang bawa motor"
Aku memutuskan untuk kembali ke Seven Eleven Cafe. Bukan untuk bergabung dengan mereka, tapi mengambil ponselku yang ketinggalan karena tadi terburu-buru. Usai dari sana, kami memilih taman kota sebagai persinggahan pertama.
"Kamu nggak apa-apa nih jalan bareng aku?"
"santai aja kali Ki"Sahutnya.
"Nggak sih. aku nggak enak aja kalau ketangkep sama cowok kamu"
"Lah memangnya kenapa? kamu itu bisa nggak sih kalau lagi berdua denganku nggak usah ngebahas cowok lain?"
"Sorri deh. sorri..."
"Laper nih. Cari makan yuk"
"Ayo. dekat sini ada restoran seafood enak."
"tapi aku nggak suka seefoad sih. Apa aja asal jangan seefood"
Aku menyetujuinya. Kami kembali ke motor dan mencari tempat makan.
"Kenapa sih kamu nggak mau seefood?"
"Nggak tahu. Pokoknya nggak suka aja. kamu nggak tahu? parah nih kamu. seharusnya kamu itu lebih tahu dari pacarku. Katanya kamu lebih dulu suka sama aku jauh sebelum aku kenal sama pacarku, kok kamu malah nggak tahu? ih, meragukan..."
"Gimana aku mau tahu coba? aku kan nggak pernah dapat satu kesempatan buat dekat banget sama kamu"
"ah, alesanmu saja"

***

Kami baru selesai makan malam jam sebelas. Lapar bro!!!
Kiran duduk didepanku. Kuakui, ini kali pertama aku makan berdua dengannya. Duduk berhadapan pula.
"Rencana kamu nikah usia berapa Ki?"
"Entahlah. Aku mau nuntasin kuliahku dulu"Jawabku.
"Kamu nggak mau punya pacar ya? kalau aku lihat, Eva itu cocok deh sama kamu. Sama-sama cerdas, pendiam, alim. kalian berdua cocok kok"
"Kalau aku nggak suka?"
"Issh. Aku itu sering banget curhat sama Eva, kalau aku perhatiin yah kalian berdua itu punya banyak kesamaan"
"Tapi aku nggak suka dia, Kiran"
"Daripada aku? kamu kan nggak suka sama cewek yang suka pakaian seksi. Beruntung nih malam ujan, makanya aku pakai yang panjang dikit"

entahlah... aku bahkan bingung kenapa jadi kayak gini? aku nggak punya alasan lain lagi untuk nggak suka ke kamu. iya, sebab dari awal aku menyukaimu tanpa alasan...

Aku hanya menggeleng pelan.
Diluar hujan mulai berjatuhan. pelan tapi pasti. kami memutuskan untuk pulang. Kasihan Kiran, Ia harus istirahat. Besok harus kerja ekstra lagi untuk merancang gaun mahal pesanan temannya yang mau nikah.

Dingin... tubuhku mulai mengigil.
"Kamu pakai jaketku saja. kecil sih.."Katanya seakan mengerti.
"Udah nggak apa-apa. pakai saja, kamu kan kecil jadi emang harus pakai jaket"
"Aku nggak apa-apa. aku bisa bersembunyi dibalik tubuhmu yang tebal"
Aku terkekeh pelan.
"oh ya Ran. sepupumu yang waktu itu, kemana?"
"Mau nikah. Padahal kalau dianya nikah sama kamu, aku ridho banget"
"Tapi aku nggak suka dia. Kamu tahu sendiri aku sukanya sama siapa?"
"kok kamu baik banget sih Ki?"kali ini nada bicaranya terdengar cukup serius.
"Baik gimana?"
"iya. menurutku kamu baik banget. aku bersandar dipunggungmu ya"pintanya lembut dan langsung ku iyakan.
"Biasa aja ah"
"Nggak. kamu itu baik banget. jujur, kalau sama cowok ganteng aku bakalan mikir 75.000 kali buat suka. tapi sama orang baik aku cepat banget luluh."
Aku diam tidak menyahut. Nada bicaranya terdengar jujur.
Suasana menjadi hening. Ia masih bersandar dipunggungku, berlindung dari hujan.
Andaikan malam ini bisa lebih lama lagi...

"Tks ya buat malam ini"
"iya sama-sama. Kapan-kapan lagi yah?"
"Oke. hati-hati dijalan Ki"

***

"Siapa tadi yang bareng kamu Ki?"Chaz menyambutku dengan pertanyaan itu.
"Ada deh"
"Janda ya Ki?"
"Eh? Maksud loe?"
"status BBM Loe"

Sudah larut malam.
ah, hujan tadi emang berkah. Aku mendengar langsung dengan hati...
Dan biarkan yang terjadi malam ini menjadi rahasia kita..
iya kita..
aku, kamu dan hujan malam itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar