Kamis, 21 Agustus 2014

the hidden confession

The Hidden confession
(side story of "Confession")
fanfiction berdasarkan tawaran dari penulisnya langsung.
Fakhrisina R.

***

Aku melangkah cepat menuju taman belakang. Berharap kamu masih disana dan menungguku.
Harapanku terkabul. Kamu duduk disana, dibangku yang biasanya sambil memejamkan mata. Aku berjalan pelan menghampirimu. Kotak yang ada ditanganku sudah ku buka, membiarkan aroma cheesecake dan coklat panas mengganggumu.
Aku tahu kamu pecinta cheesecake. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana dulu waktu di bangku SD kamu selalu menghardikku, meminta bekalku yang kadang-kadang isinya cheesecake. Aku masih ingat wajahmu yang imut kalau lagi marah. Mungkin itu alasanya aku tidak pernah sekalipun membencimu meski kamu berulang kali melakukan hal itu.
“Happy birthday”kataku sambil tersenyum.
“ini apa?”kamu bertanya heran sambil menunjuk kotak yang ada ditanganku.
Entah kamu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.
“Cheesecake, Jill. Dan coklat panas. Saya rasa dari kemasanya saja harusnya kamu tahu”
Kamu tertawa lalu berkata, “Saya tahu, maksudnya ini semua buat apa?”
“Bukannya tadi saya baru ngucapin happy birthday? Sepertinya juga cukup jelas kalau saya kesini buat ngerayain ulang tahun kamu.”
Tepatnya untuk menebus kesalahanku waktu itu yang melupakan hari ulang tahunmu.
“wah, saya terharu.”
aku mengambil isi dalam kotak itu.
“soalnya waktu kamu ngasih tahu tanggal ulang tahun kamu, saya merasa punya kewajiban buat ingat”kataku sambil memasukan potongan terakhir dalam mulut. “aku wajib ingat hari ulang tahunmu Karin”lanjutku dalam hati.
“sebenarnya saya sudah tahu tanggal lahir kamu dari dulu”
“Tahu dari mana?”nada suaramu menyiratkan sebuah rasa penasaran. Mimikmu tidak sabar menanti jawabanku.
Aku belum siap untuk jujur padamu. Aku ingin bilang kalau aku tahu dari dulu karena kita memang pernah sekelas. Tapi yang meluncur dari bibirku ialah...
“Kamu lupa, ya? Saya kan bagian kesekretariatan waktu MOS dulu”Kataku sambil tertawa.
Aku bisa menangkap ekspresi kecewamu. Maaf...
“Waktu kamu bilang lagi tanggal lahir kamu setelah kita keluar dari toko buku itu, saya jadi kepikiran, mungkin selama ini nggak ada yang bener-bener ingat sama ulang tahun kamu”
Kamu terdiam. Diammu untuk membuatku merasa bersalah. Aku memang salah Jill, aku belum bisa jujur untuk saat ini. “saya cuma bercanda. Maaf, kalau kalimat saya bikin kamu nggak nyaman”lanjutku dengan perasaan bersalah.
Kamu hanya menggeleng, tersenyum lalu menjawab, “nggak apa-apa, kakak benar”
Aku salah Jill.
“Kadang, kita memang perlu diingat oleh orang lain, dikenang”Kataku setelah menyelesaikan potongan kecil cheesecake ke dalam mulut. “tapi kalau berharap semua itu yang akan bikin kita bahagia, kita nggak akan pernah bahagia”
“Kamu pernah, lihat orang yang kayaknya sendirian tapi tetap kelihatan bahagia?”tanyaku.
Kamu mengangguk dan menjawab, “ada”
“Siapa?”
“Abi”
Deg.
Aku terdiam. Entah sebesar apa harapanmu untuk dapat bertemu dengan sosok abi yang kini telah menjelma menjadi sosok alan disampingmu. Aku tidak tahu harapanmu bertemu Abi hanya untuk bernostalgia masa SD dulu atau kamu benar-benar merindukanku. Entahlah... aku tak bisa membaca pikiranmu, Karin.
“Dia selalu bahagia, meskipun sendirian, sibuk dengan dunianya sendiri. Dia selalu kelihatan bahagia”kamu tertawa. “bahkan dia punya kebahagiaan yang menular, saya kalau di deket dia bawaannya happy, walau ke dianya marah-marah terus”
Aku tersenyum tipis. Kamu masih ingat semua itu? Aku tidak menyangka kamu memperhatikan duniaku. Kamu masih ingat semuanya, aku senang itu. Setidaknya itu membuktikan sedikit bahwa kamu datang memang untuk mencariku.
Saat seperti ini, berdua denganmu ialah saat yang paling aku harapkan. Tapi kenapa harus ada orang yang selalu menganggunya? Sabrina menelepon dan sengaja ku tolak. Aku diam beberapa saat lalu beranjak pergi.
“Udah mau bel, saya ke perpustakaan dulu, mau pinjam buku”
***
Aku akan terus menunggu waktu yang tepat untuk jujur kepadamu. Bukan cuma tentang siapa aku sebenarnya. Tapi ini lebih dalam lagi. Tentang bagaimana perasaanku padamu. Seperti kali ini aku menemukanmu sedang melamun.
“Maaf kak, tiba-tiba ingat sesuatu”
“Abi?”kuharap tebakanku benar.
Yes! Kamu mengangguk.
Rasanya sulit digambarkan. Aku semakin tertarik untuk menggali lebih dalam lagi, sepenting apa sosok abi untukmu.
“Kelihatannya dia istimewa sekali”
“Nggak juga”
“Nggak juga?”aku tidak percaya itu. “Tapi wajahmu merah”
tingkah konyolmu membuatku tertawa. Kamu menutupi wajahmu yang merah dengan kedua tanganmu.
“Mulut memang bisa bohong, Jill. Tapi ketika kita sedang membayangkan orang yang istimewa kadang-kadang sorot, wajah ataupun jantung nggak konsisten dengan mulut”
aku masih berharap kamu tetap disini bersamaku. Dihari-hari terakhirku disekolah ini. Tapi kamu memilih berdiri dan berpamit kembali ke kelas. Aku mengangguk lalu memanggilmu sebelum kamu beranjak pergi.
“Ya?”kamu menoleh.
“lain kali jangan baca buku terbalik lagi...”aku nyengir berhasil meledekmu.
***
sembilan bulan hampir berlalu sejak pertemuan kita kembali waktu MOS. Aku sempat menyesal kenapa harus buru-buru ikut akselerasi. Hasilnya kan seperti ini? Aku akan kehilanganmu lagi dalam waktu dekat. Padahal aku baru saja menemukanmu kembali.
Aku berjalan menuju kelas dan menemukanmu berdiri memandangi papan pengumuman.
“Udah jangan dilihatin terus, saya jadi takut”
“kenapa? Masih berharap kalau itu alan abimanyu yang kamu kenal?”
kamu menggeleng sambil tersenyum.
“saya mikirin kapan nama saya bakal ada di daftar itu. Biar cepet lulus”
aku seperti mencair. Ternyata kamu tidak benar-benar mengharapkanku. Mungkin selama ini kamu mencari sosok abi hanya untuk sekedar bernostalgia saja. Kamu memang tidak punya teman SD di sekolah ini. Aku mengangguk. Tidak percaya pada apa yang baru saja aku dengar.
“saya pikir tadi kamu mau kasih jampi-jampi ke nama saya”candaku.
“Hahahaha”kamu tertawa. Manis. Membuat jantungku berdegub sangat kencang dan ingin meloncat keluar. “buat apa juga”
“Ya siapa tahu kamu jatuh cinta sama saya”
entah mengapa kalimat itu mengalir dari mulutku. Namun yang pasti aku mengharapkan jawaban “YA”. Aku memandangimu, menanti sambil memandangi wajahmu. Aku tersenyum.
“Saya bercanda”Ucapku lalu pergi. Kamu terlalu lama untuk menjawabnya.
Aku yakin kamu masih disana. Masih berdiri memandangi punggungku. Aku berharap kamu menahanku dengan teriakan “YA”. Tapi sampai aku didepan kelas, aku tak kunjung mendengarnya.

Karin. Aku ingin sekali jujur padamu. Mengatakan semuanya. Bahwa alan abimanyu itu ialah aku. Alan dan abi itu sama. Aku teman SD-mu yang gendut dan selalu kamu minta bekalnya. Tapi aku takut. Setelah itu kamu akan pergi meninggalkanmu. Tak mengejarku lagi dengan pertanyaan yang sama. Aku belum siap kehilanganmu lagi Karin. Aku masih ingin menemukan kepastian dari setiap pertanyaanmu itu, sehingga aku yakin untuk mengatakan perasaanku padamu.

terima kasih atas kesempatannya untuk membuat cerpen dengan Alan sebagai tokoh utamanya.
semoga saja....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar