Assalamualikum
Warahmatullahi Wabarakattuh..
Akhirnya
yah, setelah lebih dari dua puluh tahun menunggu (dihitung sejak tanggal dan
bulan saya dilahirkan), film ini tayang juga.
Akhirnya
juga, setelah tayang sejak tanggal 21 Januari 2016, saya berhasil menonton film
ini pada tanggal 1 februari 2016. Ini bukan lain karena susahnya mendapat teman
untuk diajak menonton. Hingga akhirnya tuhan menggerakan hati dua keponakan
saya (padahal mereka lebih tua dari saya), untuk menemani saya menonton film
ini.
Jika boleh jujur, memang seharusnya
jujur, film ini membuat saya KECEWA BERAT dan merasa film KETIKA MAS GAGAH
PERGI adalah film yang TIDAK LAYAK DITONTON. Kenapa? Sampai di bagian ini, ada
yang merasa marah? Terkejut? Tidak terima?
Maaf, kalian tidak berhak sama sekali.
Sebagai manusia yang lahir dan tumbuh di negara yang katanya demokrasi, saya
berhak mengeluarkan pendapat. Dan terima kasih kepada bunda Helvy Tiana Rosa,
sang maestro, karena telah mengadakan lomba review film ini.
Mohon maaf jika review saya ini mungkin
menyakiti berbagai pihak, terutama sang produser yang bersikukuh film ini harus
tetap tayang meskipun tanpa campur tangan dari pihak Production House manapun. Alhasil, film ini berhasil diproduksi
melalui jalur crowd funding, satu
cara yang over creative dalam
mewujudkan mimpi terbaik anak bangsa.
Okey, saya akan mulai menjabarkan satu
per satu. Jika tidak suka, silahkan lambaikan tangan anda. Biarkanlah uraian
ini mengalir sedemikian rupa sampai menyentuh muaranya.
Alasan pertama yang membuat saya KECEWA
adalah film ini diproduksi melalui jalur crowd
funding. Jalur pendanaan bersama, yang didukung oleh banyak sekali pihak,
termasuk di dalamnya sahabat mas gagah. Film ini, mungkin yang pertama dan
satu-satunya sampai detik ini, di Indonesia bahkan di Dunia, yang biaya
produksinya diperoleh dari hasil patungan. Saya kecewa sebab saya tidak
terlibat sama sekali dalam proses pendanaan bersama itu.
Saya juga kecewa sebab saya kehilangan sebelas
menit pertama dari adegan film ini. Pun kecewa pada isi studio yang, ah, banyak
sekali kursi yang kosong. Heran dengan penonton kita, film seperti apa lagi
yang mereka cari? Apakah trailer, OST Film, poster menggemaskan, dan
berbagai sinopsis keren, belum cukup untuk menarik rasa penasaran mereka?
Okey. Saatnya berfikir positif. Mungkin para
pecinta film itu sudah menontonnya di sepuluh hari pertama, juga menontonnya di
jam-jam normal. Maklum, saya menonton pukul 21.25, jelaslah adek-adek manis harusnya
bersemedi di rumah. Belajar, cuci kaki, lalu tidur.
Alasan kedua saya kecewa yaitu, film ini
meskipun tergolong film indie (iya,
ya?) namun diukur dari kualitas gambar dan musik pendukung termasuk film yang
bisa dibilang luar biasa. Kecewa sekali, kenapa banyak film yang diproduksi
oleh Production House, tidak bisa
sebagus film ini. Kita jangan dulu bicara tentang alur cerita, penokohan dan
intrik di dalamnya. Itu akan kita bahas pada kategori “ALASAN FILM INI TIDAK
LAYAK DITONTON.”
Check
this out.
Film ini menjadi tidak layak ditonton
menurut saya sebab film ini sangat menjaga hubungan antara lawan jenis.
Meskipun hanya sebatas adegan saja, namun konsistensi para pemain tetap terjaga
rapi.
Jangan berharap ada adegan pegangan tangan,
rangkulan atau pelukan antar lawan jenis. Lihat saja si “Gagah”, pada satu
adegan yang terkesan berusaha romantis, meskipun sudah dipanggil honey, responnya biasa saja. Tidak ada
itu berdiri lalu cipika-cipiki. Hah, jangankan cipika-cipiki, sama adik dan
ibunya sendiri saja ‘Gagah’ tetap tidak sentuhan. Meskipun begitu, chemistry
diantara ‘Gagah dan adik manis’ tetap terjaga mulus dari awal film sampai
endingnya. Itu poin yang membuat saya berkesimpulan film ini tidak layak
ditonton oleh kalian yang berharap ada adegan romantis sebelum “gagah hijrah ke
jalan yang lurus”.
Kedua, film ini tidak layak ditonton
oleh mereka yang menganggap islam itu datang dengan pedang dan peperangan.
Kalian yang rajin sekali bawa kekerasaan atas nama islam tidak layak menonton
film ini. Buat kalian juga yang merasa terlalu suci. Merasa dakwah hanya pada
tempat tertentu. Enggan menyapa saudara-saudara kita yang profesinya mungkin
mengerikan alias seperti para preman.
Film ini menjadi tidak layak tonton buat
kalian yang merasa hidayah itu ditunggu sampai matahari bergerak lalu memeluk
bumi dengan erat. Hallo? Ini sudah 2016. Saatnya hidayah itu dicari, persis
seperti jodoh, boleh ditunggu tapi akan lebih lama dibandingkan dengan dicari. Begitulah
seharusnya kita memaknai hidayah.
Buat adik-adik manis yang polos diluar
sana, tidak usahlah kalian menonton film ini. Kalian yang masih labil, suka
galau, merasa di-PHP. Merasa dunia ini hanya milik kalian dan teman-teman.
Sebab di film ini kalian tidak akan menemukan adegan seru antara gita dengan
teman-temannya, sebab kebanyakan adegan seru itu milik gita dan saudaranya.
Saya juga merasa kecewa pada beberapa
potongan yang kurang lembut tata letaknya. Hadeuh, apa itu namanya, saya kurang
faham. Pokoknya itu, saat si gagah pergi dan kembali di bandara. Tidak ada
semacam kode atau penanda begitu, semisal teks singkat “beberapa bulan kemudian”.
Saya cukup kaget, kirain sih mas gagah balik lagi karena ketinggalan sesuatu. Eh,
ternyata sudah balik dari ternate dengan baju kokoh dan janggut yang terkesan
agak dipaksakan. Meskipun berikutnya janggut mas gagah sudah lebih keren.
Oh iya, kalian yang menganggap janggut
itu simbol kebodohan, menganggap yang memelihara janggut itu persis kambing,
tidak usahlah menonton film ini. Saya tidak memberikan asuransi jika kalian
nantinya syok dan kena serangan jantung ketika yang tidak berjanggut
dianalogikan sebagai.... ah nonton sajalah.
Beberapa potongan filmpun terkesan
kurang pas. Seperti perbincangan antara gagah dan para preman setelah
bersih-bersih pantai. Kok agak gak sesuai antara intonasi bicara dengan adegan
di layarnya ya?? Atau saya yang punya gangguan telinga? Perasaan kemarin sudah
bersihin. Juga buat si mas “fisabilillah” yang tiba-tiba pergi begitu saja,
menyusul suami seorang korban kebakaran. Mencari gereja di seantero jakarta.
Saya juga kecewa dengan film ini. Genrenya
religi tapi tidak menggurui beberapa film religi yang sudah sukses minta ampun
seperti ayat-ayat cinta dan ketika cinta bertasbih. Film ini juga sangat remaja
tapi tidak seperti beberapa film remaja lainnya yang bertabur adegan sok
romantis. Hadeuh..
Akhirul Kata, saya kecewa sekali kenapa
tidak terlibat langsung dengan film ini. Kenapa tidak coba-coba ikut audisi
online. Kenapa tidak ikut crowd funding.
Kenapa tidak ikut nonton bareng teman-teman FLP gorontalo. Ah, iya. Saya bukan
anggota FLP. Hehehe
Akhirul bin akhirul kata, saya kecewa
kenapa film ini tidak disajikan sampai akhir. Padahal saya sudah membayangkan beberapa
dialog antara gagah dan dik manis, namun tidak kunjung ada. Ya sudahlah, saya
nantikan KMGP 2 saja lah..
Sebenarnya masih banyak sekali yang
ingin saya curahkan disini.
Merasa film ini TIDAK LAYAK DITONTON
SENDIRIAN. Harusnya film ini ditonton ramai-ramai, isi semua bangku studio. Kalau
perlu sampai ke tangga-tangganya. Jika belum cukup, bolehlah baring di karpet.
Film ini sangat tidak layak jika
ditonton sendiri. Loh kenapa? Yah memang begitu. Manfaat itu harusnya diterima
bersama, jangan egois. Maunya dapat manfaat dan hidayah sendiri saja.
Selamat untuk bunda Helvy Tiana Rosa,
film ini menampar saya yang hijrahnya setengah-setengah. Maju tiga langkah,
mundur lagi lima langkah. Padahal sudah berulang kali baca cerpennya. Seribu
jempol buat bunda Helvy. Semoga Allah mempertemukan saya dengan Bunda.
Aamiin...
Oh iya, buat kalian yang belum nonton,
film ini tidak layak anda tonton jika bangku di samping anda dalam posisi
kosong. ITU HARUSNYA DIISI, uti.
Saya kecewa berat, tidak menonton film
ini bersama istri tercinta. Oh iya lupa, istri belum punya. :D
Salam,
Seorang
yang mencoba “jomblo sampai halal”
Top Markotop !
BalasHapusTop Markotop !
BalasHapusMasya Allah..
BalasHapusMasya'ALLAAH... Betul sekali... Saya sependapat...
BalasHapusMasya'ALLAAH... Betul sekali... Saya sependapat...
BalasHapus